Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hal-Hal Pokok yang Berkaitan dengan Pembuktian

Di dalam hukum pembuktian maka ada hal-hal yang pokok berkaitan dengan pembuktian, yaitu:

Hal-Hal Pokok yang Berkaitan dengan Pembuktian

a. Alat-alat pembuktian (bewijsmiddelen)

Kejadian-kejadian yang harus dibuktikan itu pada hakikatnya selalu terletak dalam masa yang lampau, maka diperlukan alat-alat pembantu untuk dapat menggambarkannya mengenai terjadinya suatu peristiwa pidana tersebut, yang dalam hal ini dapat diambil dari bekas-bekas yang ditinggalkan atau keterangan dari orang-orang yang melihat, mendengar atau mengalami sendirinya terjadi peristiwa tersebut.

Dari hasil pemeriksaan dan penelitian terhadap bekas-bekas atau keterangan orang-orang itu dapat dipergunakan untuk membantu hakim dalam menggambarkan atau melukiskan kembali tentang kepastian dari peristiwa tersebut yang telah pernah terjadi.

Atas dasar uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud denga alat bukti itu adalah alat yang dipakai untuk membantu hakim dalam menggambarkan kembali mengenaikepastian pernah terjadinya peristiwa pidana.

b. Penguraian pembuktian (bewijsvoering)

Penguraian pembuktian ialah cara-cara dalam mempergunakan alat-alat bukti tersebut dalam suatu perbuatan yang telah dilakukan oleh terdakwa. Dalam hal ini hakim berkewajiban meneliti apakah dapat terbukti bahwa terdakwa telah melakukan hal-hal seperti didakwakan kepadanya.

c. Kekuatan pembuktian (bewijskracht)

artinya adalah pembuktian dari masing-masing alat bukti. Misalnya sejauh mana bobot alat-alat bukti tersebut terhadap perbuatan yang telah dilakukan oleh terdakwa. Sebagai contoh misalnya keterangan saksi yang diucapkan di bawah sumpah lain kekuatan buktinya dengan saksi yang tidak disumpah ataupun dengan saksi de auditu. Dalam pembuktian, maka hakim sangat terikat pada kekuatan pembuktian dari masing-masing alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP.

d. Dasar pembuktian (bewujsgrond)

Dasar pembuktian adala isi dari alat bukti. Misalnya keterangan seorang saksi bahwa ia telah melihat sesuatu, disebut alat bukti, tapi keadaan apa yang dilihatnya, yang didengar atau dialaminya dengan disertai alasan-alasan mengapa ia melihat, mendengar atau mengalami itu yang diterangkannya dalam kesaksiannya, disebut dasar pembuktian.

e. Beban pembuktian (bewijslast)

Beban pembuktian ini menyangkut persoalan tentang siapakah yang diwajibkan untuk membuktikan atau dengan perkataan lain siapakah yang mempunyai beban pembuktian?

Dalam hubungannya dengan ini, maka perlu diingat adanya asas praduga tak bersalah (presumption of innocence), yang menyatakan bahwa seseorang yang diadili wajib dianggap tidak bersalah sampai kesalahannya dapat dibuktikan di muka hakim. Asas ini disebut dalam Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman (Undang-Undang No. 14 Tahun 1970) dan juga dinyatakan dalam penjelasan umum KUHAP. Dengan adanya asas praduga tak bersalah tersebut, berarti bahwa pihak yang mendakwalah yang wajib membuktikan dakwaan yang bukan sebaliknya. Oleh karena itu, maka pihak penuntut umumlah yang mempunyai beban pembuktian, artinya bahwa ia wajib membuktikan kebenaran tentang apa yang terdapat dalm surat dakwaan yang dibuat olehnya itu.

Pasal 66 KUHAP, yang merupakan penjelmaan dari asas presumption of innocence secara tegas menyatakan bahwa tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian.

Zein Sakti
Zein Sakti Orang yang mencari peruntungan di dunia blogging

Posting Komentar untuk "Hal-Hal Pokok yang Berkaitan dengan Pembuktian"